TAFSIR TARBAWI (Pendidikan Akhlak (Moral) (Q.S Al-Qasas: 77, Q.S Al-Ahzab: 21, Q.S Al-A’raf:157)


(Q.S AL-QASAS: 77, Q.S AL-AHZAB: 21, Q.S AL-A’RAF:157)
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu: Abusiri M.SI


Kelompok 10
Anita Nur Hidayah
Annisa Aulia Berliana  
Wildan Nuryadi            
                PAI 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIKMAH JAKARTA
Jl.Jeruk Purut No. 10 Cilandak Timur Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12650, Telp/Fax: (021)7890521
2019/2020




Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpah nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Filsafat Pendidikan dengan judul “Naturalisme Romantik Serta Implikasinya Terhadap Pendidikan
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya .
      
                                                                                                 Jakarta, 18 Desember 2019













Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi pentingnya etika, dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk. Dan Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Oleh karena itu, akhlak merupakan cerminan dari tindakan kita sehari-hari, manusia yang baik akhlaknya akan cenderung bersikap dan bertingkah laku wajar dan cenderung baik dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, manusia di tuntut agar berakhlak yang terpuji karena agama islam pun mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menjadi umat yang berakhlak terpuji, karena kedudukan akahlak sangat penting dalam agama islam.
1.      Apa pengertian Akhlak?
2.      Apa saja ayat yang menjelaskan tentang Akhlak?
3.      Bagaimana implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari?
1.      Untuk mengetahui pengertian Akhlak.
2.      Untuk mengkaji ayat-ayat yang membahas tentang Akhlak.
3.      Untuk memahami implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari






Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab “Khulqun” yang berarti, Suatu keadaan jiwa yang dapat melakukan tingkah laku tanpa membutuhkan banyak akal dan pikiran dan dikhususkan untuk sifat dan karakter yang tidak dapat dilihat oleh mata. Sedangkan Al-Qurthubi berkata, Akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercela.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[1]
§  Ibnu Maskawih
Menurutnya akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
§  Abu Hamid Al-Ghazali
Akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
§  Ahmad bin Mushthafa
Akhlak merupakan sebuah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan, dimana keutamaan itu ialah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan yakni kekuatan berpikir, marah dan syahwat atau nafsu.

Akhlak bertujuan untuk  menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk yang lainnya. Menjadi suatu hal yang harus dimiliki oleh manusia agar lebih baik dalam berhubungan baik sesama manusia apalagi kepada Allah sebagai pencipta.
Sedangkan pelajaran akhlak atau ilmu akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang dengan perangai-perangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai-perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat. Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir manusia, tetapi karena tindakan lahir itu tidak akan terjadi jika tidak didahului oleh gerak-gerik bathin, yaitu tindakan hati, maka tindakan bathin dan gerak-gerik hati pun termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak manusia.[2]

§  Akhlak Terpuji (al-akhlaaqul mahmuudah)
Yaitu perbuatan baik terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Berikut ini contoh akhlak terpuji :
1.      Berbakti kepada kedua orang tua.
2.      Menghormati tetanggga dan tamu.
3.      Berusaha menimbulkan rasa kasih sayang serta menarik simpati orang lain.
4.      Memberikan sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup orang-orang yang berhak menerimanya. 
5.      Memberikan sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup orang-orang yang berhak menerimanya.
Ø  Akhlak Tercela (al-akhlaaqul madzmuumah)
Yaitu perbuatan buruk terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Berikut ini contoh-contoh akhlak tercela :
1.      Berdusta
2.      Mengumpat
3.      Mengadu domba
4.      Iri hati atau dengki
5.      Congkak
§  Akhlak yaitu Sikap atau prilaku baik dan buruk yang dilakukan secara berulang-ulang dan diperankan oleh seseorang tanpa disengaja atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu.
§  Moral yaitu Suatu hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
§  Etika yaitu Suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa akhlak berbeda dengan etika dan moral. Jika akhlak lebih bersifat transcendental karena berasal dan bersumber dari Allah, maka etika dan moral bersifat relatif, dinamis, dan nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui elaborasi ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Etika, moral dan akhlak merupakan salah satu cara untuk menciptakan keharmonisan dalam hubungan antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan vertikal dengan khaliq (habl minallah).[3]
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
Tafsir Ayat
§  Tafsir Jalalayn
(Dan carilah) upayakanlah (pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian) berupa harta benda (kebahagiaan negeri akhirat) seumpamanya kamu menafkahkannya dijalan ketaatan kepada Allah (dan janganlah kamu melupakan) jangan kamu lupa (bagianmu dari kenikmatan duniawi) yakni hendaknya kamu beramal dengannya untuk mencapai pahala di akhirat (dan berbuat baiklah) kepada orang-orang dengan bersedekah kepada mereka (sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat) mengadakan (kerusakan dimuka bumi) dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan) maksudnya Allah pasti akan menghukum mereka.[4]

§  Tafsir Quraish Shihab
Dan jadikanlah sebagian dari kekayaan dan karunia yang Allah berikan kepadamu dijalan Allah dan amalan untuk kehidupan akhirat. Janganlah kamu cegah dirimu untuk menikmati sesuatu yang halal di dunia. Berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya. Dan janganlah kamu membuat kerusakan dibumi dengan melampui batas-batas Allah. Sungguh Allah tidak meridai orang-orang yang merusak dengan perbuatan buruk mereka itu.[5]
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Ayat di atas mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Rasululloh. Ayat di atas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasululloh yakni Suri teladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-Nya denganb anyak baik dalam suasana susah maupun senang[6]
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran islam. Kecaman itu dikesankan oleh kata laqad. Seakan-akan ayat ini menyatakan “Kamu telah melkaukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya di tengah kamu semua ada Rasululloh yang mestinya kamu teladani”
Pakar tafsir dan hukum, al-Qurthubi, mengemukakan bahwa dalam soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran. Sementara ulama berpendapat bahwa dalam persoalan-persoalan keduniaan. Rasululloh telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar di bidang masing-masing, sehingga keteladanan terhadap beliau yang dibicarakan ayat ini bukanlah dalam hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal keduniaan. Ketika beliau menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu “dikawinkan” untuk membuahkannya dan ternyata bahwa informasi beliau tidak terbukti di kalangan sekian banyak sahabat, Rasululloh menyampaikan bahwa: “Apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama, maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”
Abbas Mahmud al-Aqqad dalam bukunya “Abqariyat Muhammad” menjelskan ada empat tipe manusia yaitu pemikir, pekerja, seniman dan yang jiwanya larut di dalam ibadah. Jarang ditemukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan dalam tingkat yang tinggi dua dari keempat kecenderugan atau tipe tersebut dan mustahil keempatnya berumpul pda diri seseorang. Namun yang mempelajari pribadi Rasululloh akan menemukan bahwa keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada kepribadian beliau. Berkumpulnya keempat kecenderungan atau tipe manusia itu dalam kepribadian Rasul, dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-siafat terpuji pada pribadi ini
Beliau adalah Nabi dan Rasul juga Mufti dan Hakim. Disamping itu sebagai pemimpin masyarakat dan sebagai pribadi dalam kedudukan beliau sebagai berikut:
·         Nabi dan Rasul, maka ucapan dan sikapnya pasti benar, karena itu bersumber langsung dari Allah atau merupakan penjelasan tentang maksud Allah
·         Sebagai Mufti, fatwa-fatwa beliau berkedudukan setingkat dengan butir pertama di atas, karena fatwa beliau adalah berdasar pemahaman atas teks-teks keagamaan, dimana beliau diberi wewenang oleh Allah untuk menjelaskannya (QS. An-Nahl: 44), fatwa beliau berlaku umum bagi semua manusia
·         Adapun dalam kedudukan beliau sebagai Hakim, maka ketetapan hukum yang beliau putuskan secara formal pasti benar, tetapi secara material ada kalanya keliru akibat kemampuan salah satu pihak yang berselisih menyembunyikan kebenaran atau kemampuannya berdalih dan mengajukan bukti-bukti palsu.
·         Pemimpin masyarakat maka tentu saja petunuuk-petunjuk beliau dalam hal kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan perkembangannya sehingga tidak tertutup kemungkinan lahirnya perbedaan tuntunan kemasyarakatan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain bahkan masyarakat yang sama dalam kurun waktu yang berbeda
Rasululloh sendri tidak jarang memberi petunjuk yang berbeda untuk sekian banyak orang yang berbeda dalam menyesuaikan dengan masing-masing mereka. Tidak jarang pula ada ketetapan bagi masyarakatnya yang beliau ubah akibat perkembangan masyarakat itu, misalnya dalam sabda beliau yang artinya: “Saya pernah melarang kalian menziarahi kubur, kini silahkan menziarahinya”. Izin ini disebabkan karena kondisi masyarakat telah berbeda dengan kondisi mereka pada saat larangan itu ditetapkan. Termasuk dalam kategori ini, hal-hal yang diperagakan beliau dalam kaitannya dengan buadaya masyarakat dimana beliau hidup seperti model pakaian, rambut, cara makan dan lainnya.
·         Selaku pribadi dalam hal ini ia dapat dibagi dalam dua kategori besar sebagai berikut:
a.       Kekhususan-kekhususan beliau yang tidak boleh dan tidak harus diteladani, karena kekhususan tersebut berkaitan dengan fungsi beliau sebagai Rasul, misalnya kebolehan menghimpun lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama atau kewajiban shalat malam atau larangan menerima zakatdan lain-lain
b.      Sebagai manusia (terlepas dari kerasulannya seperti misalnya dalam soal selera
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Thahir Ibn Asyir menilai bahwa ayat ini berhubungan erat dengan ayat yang lalu. Ini adalah penjelasan tentang siapa yang wajar mendapat rahmat Allah. Yaitu mereka yang bertakwa, mengeluarkan zakat dan yang percaya kepada Allah dan rasul, bila rasul datang, Ban Israil ketika penyampaian firman ini kepada Nabi Musa as. Tentu saja belum mengikuti rasul dalam pengertian sebenarnya namun tulis Ibn Asyir, mereka harus memiliki tekad untuk mengikuti beliau saat kedatangannya jika mereka mengetahui kedatangannya itu. Karena itu ayat ini utnuk mereka mengandung berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW yang juga sejalan dengan apa yang termaktub dalam Perjanjian Lama[7]
Al-Biqa’i berpendapat lain. Menurutnya, boleh jadi orangorang Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW yang mendengar ayat-ayat di atas atau siapapun selain mereka, menduga bahwa mereka termasuk yang akan memperoleh janji Allah di atas. Untuk meluruskan kekeliruan itu ayat ini menegaskan bahwa, bukan kalian yang akan mendapatkan rahmat itu, tetapi yang akan meraihnya adalah orang-oranag yang terus menerus dan tekun mengikuti Nabi Muhammad yang merupakan Rasul Allah. Nabi yang ummi yakni yang tidak pandai membaca dan menulis yang nama dan sifat-sifatnya mereka yakni ulama Yahudi dan Nasrani mendapatinya tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka hingga kini, walaupun sebagian besar telah mereka hapus da yang sekarang hanya secara tersirat
Setelah menyebut sifat Nabi Muhammad SAW, sebagai pribadi dan di dalam kitab suci, dilanjutkannya penjelasan tentang beliau menyangkut ajarannya yakni bahwa Dia yakni Nabi Muhmmad SAW, sellau menyuruh mereka yakniorang-orang Yahudi dan Nasrani kepada yang ma’ruf yakni memerintahkan untuk mengerjakan dan mengajak kepada kebaikan serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat dan mencegah mereka dari yang munkar yakni mendekati dan mengerjakan apa yang dinilai buruk oleh agama dan adat istiadat [8]
Setelah menjelaskan secara umum tuntunannya, ayat ini melanjutkan uraiannya tentang salah satu tujuan kedatngan Nabi Muhammad, yakni sebagai anugerah kepada Bani Israil. Seperti diketahui dalam syariat mereka terdapat tuntunan yang sangat memberatkan mereka. Nabi Muhammad hadir hadir antara lain untuk menghalalkan atas perintah Allah bagi mereka segala yang baik termasuk yang tadinya halal kemudian diharamkan sebagai sanksi atas mereka seperti lemak (Baca QS. Al-An’am: 146) dan mengharamkan juga berdasarkan perintah Allah atas mereka segala yang buruk menurut selera manusia normal demikian juga yang mengakibatkan keburukan seperti minuman keras, suap, perjudian dan lain –lain dan meletakkan yakni menyingkirkan dari mereka beban-beban dan beleggu-belenggu yang ada pada mereka. Syariat yang diajarkan Rasululloh sedemikian meringankan manusia sehingga keadaan darurat atau kebutuhan mendesak yang dialami seseorang dapat mengalihkankan keharaman sesuatu menjadi halal. Maka orang-orang yang beriman kepadanya yakni yang membenarkan kenabian dan kerasulannya, memuliakannya dengan mencegah siapapun yang bermaksud buruk terhadapnya menolongnya yakni mendukungnya dalam penyebran ajaran agama islam dari mengiuti cahaya yang terang yakni tuntunan Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya mereka itulah secara khusus orang-orang beruntung yakni yang meraih keburuntungan sempurna, serta mendapatkan segala apa yang didambakannya
Mengikuti rasul mencakup dua kelompok besar, pertama adalah siapapun mengikuti beliau secara aktual. Ini bagi yang hidup ketika dan setelah masa kerasulan beliau dan yang kedua adalah yang lahir sebelum masa kenabian beliau. Para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw, telah diambil janjinya untuk beriman dan mengikuti seandainya mereka hidup bersama Nabi Muhammad. Dalam konteks ini (QS. Ali Imran: 82) menyatakan “Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu: niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya’. Allah berfirman: ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab ‘Kami mengakui’. Allah berfirman: ‘Klaau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”[9]
Nabi Muhammad juga bersabda yang artinya: “Seandainya Musa hidup, dia tidak dapat mengelak dari kewajiban mengikutiku” (HR. Ahmad)
Kata ummi memiliki arti yaitu seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca ini karena amasyarakat Arab pada mas jahiliah dan umumnya tidak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummi diambil dari kata ummat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya Al-Qur’an yang dilukiskan oleh sabda Rasululloh yang artinya: “Sesungguhnya kita adalah umat yang Ummi, tidak pandai membaca dan berhitung”
Bahwa Rasululloh adalah seorang Ummi merupakan salah satu bukti kerasulan beliau. Dalam konteks ini Al-Qur’an menegaskan: “Engkau tidak pernah membaca sebelum Al-Qur’an sesuatu kitabpun dan engkau tidak pernah menulisnya dengan tangan kananmu, andaikata engkau pernah membaca dan menulis benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu” (QS. Al-Ankabut: 48). Betapa tidak, pasti akan ada yang berkata bahwa ayat-ayaat Al-Qur’an yang beliau sampaikan yang redaksi dan isinya sangat mengangumkan itu serta mengungkap banyak hal-hal yang tidak dikenal pada masanya adalah hasil bacaan beliau
1)      Akhlak Ketika Berbeda Pendapat
§  Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
§  Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa: 59).
§  Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
2)      Akhlak Ketika Bertamu
§  Untuk yang mengundang:
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq, Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir dan Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
§  Untuk yang di undang
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu dan Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan rumah. Serta mendoakan untuk orang yang telah mengundangnya seusai menyantap hidangannya
3)      Akhlak ketika makan dan minum
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah, disunnatkan minum sambil duduk.dan Hendaklah kamu puas serta rela dengan makanan dan minuman yang ada, jangan sekali-kali mencelanya.
4)      Akhlak ketika berbicara
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan dan pembicaraan dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan, Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya dan Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain



Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.
Ayat-ayat yang Menjelaskan Tentang Akhlak
1.      Surat Al-Qasas Ayat 77
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
2.      Surat Al-Ahzab Ayat 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
3.      Surat Al-A’raf Ayat 157
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Implementasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1)      Akhlak Ketika Berbeda Pendapat
§  Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
§  Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa: 59).
§  Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
2)      Akhlak Ketika Bertamu
§  Untuk yang mengundang:
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq, Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir dan Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
§  Untuk yang di undang
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu dan Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan rumah. Serta mendoakan untuk orang yang telah mengundangnya seusai menyantap hidangannya
3)      Akhlak ketika makan dan minum
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah, disunnatkan minum sambil duduk.dan Hendaklah kamu puas serta rela dengan makanan dan minuman yang ada, jangan sekali-kali mencelanya.
Meskipun kami  menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, tetapi kenyataannnya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan kedepannya.



Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002
Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras, 2009
Jalalain Imam, Tafsir Jalalain, Surabaya, Darul ilmi

























[1] Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 112
[4] Jalalain Imam, Tafsir Jalalain, (Surabaya, Darul ilmi)
[6] Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 214
[7] Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 123
[8] Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 215
[9] Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 124


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAUHID ILMU KALAM (ALIRAN ASY’ARIYAH)

FIQIH MUNAKAHAT (Rujuk Dan Tajdidunnikah)

TAFSIR (Metode Tafsir Bi Al-Matsur dan Bi Al-Ra’yi)