TAFSIR TARBAWI (Pendidikan Akhlak (Moral) (Q.S Al-Qasas: 77, Q.S Al-Ahzab: 21, Q.S Al-A’raf:157)
(Q.S AL-QASAS: 77, Q.S AL-AHZAB: 21, Q.S AL-A’RAF:157)
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu: Abusiri M.SI

Kelompok 10
Anita Nur Hidayah
Annisa Aulia Berliana
Wildan Nuryadi
PAI
3B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM (STAI) AL-HIKMAH JAKARTA
Jl.Jeruk Purut No. 10 Cilandak Timur Pasar
Minggu
Jakarta Selatan 12650, Telp/Fax: (021)7890521
Jakarta Selatan 12650, Telp/Fax: (021)7890521
2019/2020
Segala puji bagi Allah Swt yang telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita
nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah
Swt atas limpah nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dari mata
kuliah Filsafat Pendidikan dengan judul “Naturalisme Romantik Serta
Implikasinya Terhadap Pendidikan”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya .
Jakarta, 18 Desember
2019
Islam
merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya etika, dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan
manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at,
perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan
Khaliq atau dengan sesama makhluk. Dan Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya
hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Oleh
karena itu, akhlak merupakan cerminan dari tindakan kita sehari-hari, manusia
yang baik akhlaknya akan cenderung bersikap dan bertingkah laku wajar dan
cenderung baik dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, manusia di
tuntut agar berakhlak yang terpuji karena agama islam pun mengajarkan kepada
kita untuk senantiasa menjadi umat yang berakhlak terpuji, karena kedudukan
akahlak sangat penting dalam agama islam.
1. Apa pengertian
Akhlak?
2. Apa saja ayat
yang menjelaskan tentang Akhlak?
3.
Bagaimana implementasi
akhlak dalam kehidupan sehari-hari?
1.
Untuk mengetahui pengertian Akhlak.
2.
Untuk mengkaji ayat-ayat yang membahas tentang Akhlak.
3.
Untuk memahami
implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari
Kata
“Akhlak” berasal dari bahasa Arab “Khulqun” yang berarti,
Suatu keadaan jiwa yang dapat melakukan tingkah laku tanpa membutuhkan banyak
akal dan pikiran dan dikhususkan untuk sifat dan
karakter yang tidak dapat dilihat oleh mata. Sedangkan Al-Qurthubi berkata,
Akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji
dan ada yang tercela.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku,
tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup
hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang
dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi
dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[1]
§ Ibnu Maskawih
Menurutnya akhlak ialah
“hal li nnafsi daa’iyatun
lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
§
Abu Hamid Al-Ghazali
Akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah
tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
§ Ahmad bin Mushthafa
Akhlak merupakan sebuah ilmu yang darinya dapat
diketahui jenis-jenis keutamaan, dimana keutamaan itu ialah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan yakni kekuatan berpikir, marah dan syahwat
atau nafsu.
Akhlak bertujuan untuk menjadikan manusia
sebagai makhluk yang lebih tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari
makhluk-makhluk yang lainnya. Menjadi suatu hal yang harus dimiliki oleh
manusia agar lebih baik dalam berhubungan baik sesama manusia apalagi kepada
Allah sebagai pencipta.
Sedangkan pelajaran akhlak atau ilmu akhlak
bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk,
agar manusia dapat memegang dengan perangai-perangai yang baik dan menjauhkan
diri dari perangai-perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam
pergaulan masyarakat. Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan
lahir manusia, tetapi karena tindakan lahir itu tidak akan terjadi jika tidak
didahului oleh gerak-gerik bathin, yaitu tindakan hati, maka tindakan bathin
dan gerak-gerik hati pun termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak manusia.[2]
§ Akhlak Terpuji (al-akhlaaqul mahmuudah)
Yaitu perbuatan
baik terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Berikut ini
contoh akhlak terpuji :
1.
Berbakti
kepada kedua orang tua.
2.
Menghormati
tetanggga dan tamu.
3.
Berusaha
menimbulkan rasa kasih sayang serta menarik simpati orang lain.
4.
Memberikan
sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup orang-orang yang berhak
menerimanya.
5.
Memberikan
sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup orang-orang yang berhak
menerimanya.
Ø
Akhlak Tercela
(al-akhlaaqul madzmuumah)
Yaitu
perbuatan buruk terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Berikut ini contoh-contoh akhlak tercela :
1.
Berdusta
2.
Mengumpat
3.
Mengadu domba
4.
Iri hati atau dengki
5.
Congkak
§ Akhlak yaitu Sikap atau prilaku baik dan buruk yang dilakukan
secara berulang-ulang dan diperankan oleh seseorang tanpa disengaja atau
melakukan pertimbangan terlebih dahulu.
§ Moral yaitu Suatu
hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang
dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
§ Etika yaitu Suatu ilmu
yang mengkaji tentang persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran
manusia.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa akhlak berbeda
dengan etika dan moral. Jika akhlak lebih bersifat transcendental karena
berasal dan bersumber dari Allah, maka etika dan moral bersifat relatif,
dinamis, dan nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui
elaborasi ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup
manusia di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Etika, moral dan akhlak merupakan salah satu cara
untuk menciptakan keharmonisan dalam hubungan antara sesama manusia (habl
minannas) dan hubungan vertikal dengan khaliq (habl minallah).[3]
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ
اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Tafsir Ayat
§ Tafsir Jalalayn
(Dan carilah) upayakanlah
(pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian) berupa harta benda
(kebahagiaan negeri akhirat) seumpamanya kamu menafkahkannya dijalan ketaatan
kepada Allah (dan janganlah kamu melupakan) jangan kamu lupa (bagianmu dari
kenikmatan duniawi) yakni hendaknya kamu beramal dengannya untuk mencapai
pahala di akhirat (dan berbuat baiklah) kepada orang-orang dengan bersedekah
kepada mereka (sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat) mengadakan (kerusakan dimuka bumi) dengan mengerjakan
perbuatan-perbuatan maksiat. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan) maksudnya Allah pasti akan menghukum mereka.[4]
§ Tafsir Quraish Shihab
Dan jadikanlah sebagian
dari kekayaan dan karunia yang Allah berikan kepadamu dijalan Allah dan amalan
untuk kehidupan akhirat. Janganlah kamu cegah dirimu untuk menikmati sesuatu
yang halal di dunia. Berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah
berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya. Dan janganlah kamu
membuat kerusakan dibumi dengan melampui batas-batas Allah. Sungguh Allah tidak
meridai orang-orang yang merusak dengan perbuatan buruk mereka itu.[5]
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Ayat di atas mengarah kepada
orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Rasululloh. Ayat di
atas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasululloh yakni
Suri teladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengharap
rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka
yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-Nya denganb anyak
baik dalam suasana susah maupun senang[6]
Bisa juga ayat ini masih
merupakan kecman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk islam, tetapi
tidak mencerminkan ajaran islam. Kecaman itu dikesankan oleh kata laqad.
Seakan-akan ayat ini menyatakan “Kamu telah melkaukan aneka kedurhakaan,
padahal sesungguhnya di tengah kamu semua ada Rasululloh yang mestinya kamu
teladani”
Pakar tafsir dan hukum,
al-Qurthubi, mengemukakan bahwa dalam soal-soal agama, keteladanan itu
merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan maka ia merupakan
anjuran. Dalam soal keagamaan beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran. Sementara ulama berpendapat bahwa
dalam persoalan-persoalan keduniaan. Rasululloh telah menyerahkan sepenuhnya
kepada para pakar di bidang masing-masing, sehingga keteladanan terhadap beliau
yang dibicarakan ayat ini bukanlah dalam hal-hal yang berkaitan dengan
soal-soal keduniaan. Ketika beliau menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu
“dikawinkan” untuk membuahkannya dan ternyata bahwa informasi beliau tidak
terbukti di kalangan sekian banyak sahabat, Rasululloh menyampaikan bahwa: “Apa
yang kusampaikan menyangkut ajaran agama, maka terimalah, sedang kamu lebih tahu
persoalan keduniaan kamu”
Abbas Mahmud al-Aqqad dalam
bukunya “Abqariyat Muhammad” menjelskan ada empat tipe manusia yaitu pemikir,
pekerja, seniman dan yang jiwanya larut di dalam ibadah. Jarang ditemukan satu
pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan dalam tingkat yang tinggi dua dari
keempat kecenderugan atau tipe tersebut dan mustahil keempatnya berumpul pda
diri seseorang. Namun yang mempelajari pribadi Rasululloh akan menemukan bahwa
keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada kepribadian beliau.
Berkumpulnya keempat kecenderungan atau tipe manusia itu dalam kepribadian
Rasul, dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-siafat terpuji
pada pribadi ini
Beliau adalah Nabi dan Rasul
juga Mufti dan Hakim. Disamping itu sebagai pemimpin masyarakat dan sebagai
pribadi dalam kedudukan beliau sebagai berikut:
·
Nabi
dan Rasul, maka ucapan dan sikapnya pasti benar, karena itu bersumber langsung
dari Allah atau merupakan penjelasan tentang maksud Allah
·
Sebagai
Mufti, fatwa-fatwa beliau berkedudukan setingkat dengan butir pertama di atas,
karena fatwa beliau adalah berdasar pemahaman atas teks-teks keagamaan, dimana
beliau diberi wewenang oleh Allah untuk menjelaskannya (QS. An-Nahl: 44), fatwa
beliau berlaku umum bagi semua manusia
·
Adapun
dalam kedudukan beliau sebagai Hakim, maka ketetapan hukum yang beliau putuskan
secara formal pasti benar, tetapi secara material ada kalanya keliru akibat
kemampuan salah satu pihak yang berselisih menyembunyikan kebenaran atau
kemampuannya berdalih dan mengajukan bukti-bukti palsu.
·
Pemimpin
masyarakat maka tentu saja petunuuk-petunjuk beliau dalam hal kemasyarakatan
disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan perkembangannya sehingga tidak
tertutup kemungkinan lahirnya perbedaan tuntunan kemasyarakatan antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain bahkan masyarakat yang sama dalam kurun waktu
yang berbeda
Rasululloh sendri tidak
jarang memberi petunjuk yang berbeda untuk sekian banyak orang yang berbeda
dalam menyesuaikan dengan masing-masing mereka. Tidak jarang pula ada ketetapan
bagi masyarakatnya yang beliau ubah akibat perkembangan masyarakat itu,
misalnya dalam sabda beliau yang artinya: “Saya pernah melarang kalian
menziarahi kubur, kini silahkan menziarahinya”. Izin ini disebabkan karena
kondisi masyarakat telah berbeda dengan kondisi mereka pada saat larangan itu
ditetapkan. Termasuk dalam kategori ini, hal-hal yang diperagakan beliau dalam
kaitannya dengan buadaya masyarakat dimana beliau hidup seperti model pakaian,
rambut, cara makan dan lainnya.
·
Selaku
pribadi dalam hal ini ia dapat dibagi dalam dua kategori besar sebagai berikut:
a.
Kekhususan-kekhususan
beliau yang tidak boleh dan tidak harus diteladani, karena kekhususan tersebut
berkaitan dengan fungsi beliau sebagai Rasul, misalnya kebolehan menghimpun
lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama atau kewajiban shalat malam
atau larangan menerima zakatdan lain-lain
b.
Sebagai
manusia (terlepas dari kerasulannya seperti misalnya dalam soal selera
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ
فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي
أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Thahir Ibn Asyir menilai
bahwa ayat ini berhubungan erat dengan ayat yang lalu. Ini adalah penjelasan
tentang siapa yang wajar mendapat rahmat Allah. Yaitu mereka yang bertakwa,
mengeluarkan zakat dan yang percaya kepada Allah dan rasul, bila rasul datang,
Ban Israil ketika penyampaian firman ini kepada Nabi Musa as. Tentu saja belum
mengikuti rasul dalam pengertian sebenarnya namun tulis Ibn Asyir, mereka harus
memiliki tekad untuk mengikuti beliau saat kedatangannya jika mereka mengetahui
kedatangannya itu. Karena itu ayat ini utnuk mereka mengandung berita gembira
tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW yang juga sejalan dengan apa yang
termaktub dalam Perjanjian Lama[7]
Al-Biqa’i berpendapat lain.
Menurutnya, boleh jadi orangorang Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW yang
mendengar ayat-ayat di atas atau siapapun selain mereka, menduga bahwa mereka
termasuk yang akan memperoleh janji Allah di atas. Untuk meluruskan kekeliruan
itu ayat ini menegaskan bahwa, bukan kalian yang akan mendapatkan rahmat itu,
tetapi yang akan meraihnya adalah orang-oranag yang terus menerus dan tekun
mengikuti Nabi Muhammad yang merupakan Rasul Allah. Nabi yang ummi yakni yang
tidak pandai membaca dan menulis yang nama dan sifat-sifatnya mereka yakni
ulama Yahudi dan Nasrani mendapatinya tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka hingga kini, walaupun sebagian besar telah mereka hapus da
yang sekarang hanya secara tersirat
Setelah menyebut sifat Nabi
Muhammad SAW, sebagai pribadi dan di dalam kitab suci, dilanjutkannya
penjelasan tentang beliau menyangkut ajarannya yakni bahwa Dia yakni Nabi
Muhmmad SAW, sellau menyuruh mereka yakniorang-orang Yahudi dan Nasrani kepada
yang ma’ruf yakni memerintahkan untuk mengerjakan dan mengajak kepada kebaikan serta
adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat dan mencegah mereka dari yang
munkar yakni mendekati dan mengerjakan apa yang dinilai buruk oleh agama dan
adat istiadat [8]
Setelah menjelaskan secara
umum tuntunannya, ayat ini melanjutkan uraiannya tentang salah satu tujuan
kedatngan Nabi Muhammad, yakni sebagai anugerah kepada Bani Israil. Seperti
diketahui dalam syariat mereka terdapat tuntunan yang sangat memberatkan
mereka. Nabi Muhammad hadir hadir antara lain untuk menghalalkan atas perintah
Allah bagi mereka segala yang baik termasuk yang tadinya halal kemudian
diharamkan sebagai sanksi atas mereka seperti lemak (Baca QS. Al-An’am: 146)
dan mengharamkan juga berdasarkan perintah Allah atas mereka segala yang buruk
menurut selera manusia normal demikian juga yang mengakibatkan keburukan
seperti minuman keras, suap, perjudian dan lain –lain dan meletakkan yakni
menyingkirkan dari mereka beban-beban dan beleggu-belenggu yang ada pada
mereka. Syariat yang diajarkan Rasululloh sedemikian meringankan manusia
sehingga keadaan darurat atau kebutuhan mendesak yang dialami seseorang dapat
mengalihkankan keharaman sesuatu menjadi halal. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya yakni yang membenarkan kenabian dan kerasulannya, memuliakannya
dengan mencegah siapapun yang bermaksud buruk terhadapnya menolongnya yakni
mendukungnya dalam penyebran ajaran agama islam dari mengiuti cahaya yang
terang yakni tuntunan Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya mereka itulah secara
khusus orang-orang beruntung yakni yang meraih keburuntungan sempurna, serta
mendapatkan segala apa yang didambakannya
Mengikuti rasul mencakup dua
kelompok besar, pertama adalah siapapun mengikuti beliau secara aktual. Ini
bagi yang hidup ketika dan setelah masa kerasulan beliau dan yang kedua adalah
yang lahir sebelum masa kenabian beliau. Para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw,
telah diambil janjinya untuk beriman dan mengikuti seandainya mereka hidup
bersama Nabi Muhammad. Dalam konteks ini (QS. Ali Imran: 82) menyatakan “Dan
ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: ‘Sungguh, apa saja
yang Aku berikan kepada kamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada
kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu: niscaya kamu akan
sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya’. Allah berfirman: ‘Apakah
kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka
menjawab ‘Kami mengakui’. Allah berfirman: ‘Klaau begitu saksikanlah (hai para
nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”[9]
Nabi Muhammad juga bersabda
yang artinya: “Seandainya Musa hidup, dia tidak dapat mengelak dari kewajiban
mengikutiku” (HR. Ahmad)
Kata ummi memiliki
arti yaitu seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan
keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama
dengan keadaannya ketika baru dilahirkan ibunya atau sama dengan keadaan ibunya
yang tak pandai membaca ini karena amasyarakat Arab pada mas jahiliah dan
umumnya tidak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga
yang berpendapat bahwa kata ummi diambil dari kata ummat yang
menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya Al-Qur’an yang dilukiskan oleh sabda
Rasululloh yang artinya: “Sesungguhnya kita adalah umat yang Ummi, tidak
pandai membaca dan berhitung”
Bahwa Rasululloh adalah
seorang Ummi merupakan salah satu bukti kerasulan beliau. Dalam konteks ini
Al-Qur’an menegaskan: “Engkau tidak pernah membaca sebelum Al-Qur’an sesuatu
kitabpun dan engkau tidak pernah menulisnya dengan tangan kananmu, andaikata
engkau pernah membaca dan menulis benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu”
(QS. Al-Ankabut: 48). Betapa tidak, pasti akan ada yang berkata bahwa
ayat-ayaat Al-Qur’an yang beliau sampaikan yang redaksi dan isinya sangat
mengangumkan itu serta mengungkap banyak hal-hal yang tidak dikenal pada masanya
adalah hasil bacaan beliau
1)
Akhlak Ketika
Berbeda Pendapat
§
Ikhlas dan
mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
§
Mengembalikan
perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah
Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab)
dan Rasul". (An-Nisa: 59).
§
Berbaik sangka
kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya,
mencela dan menganggapnya cacat.
2)
Akhlak Ketika
Bertamu
§
Untuk yang mengundang:
Hendaknya
mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq, Jangan hanya
mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir
dan Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu
berarti menghormatinya.
§
Untuk yang di undang
Hendaknya
memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, Bertamu tidak
boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal
lebih dari itu dan Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan
rumah. Serta mendoakan
untuk orang yang telah mengundangnya seusai menyantap hidangannya
3)
Akhlak ketika makan dan minum
Hendaknya memulai
makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah,
disunnatkan minum sambil duduk.dan
Hendaklah kamu puas serta rela dengan makanan dan minuman yang ada, jangan
sekali-kali mencelanya.
4)
Akhlak ketika berbicara
Hendaknya
pembicaran selalu di dalam kebaikan dan pembicaraan dengan suara yang dapat
didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas
dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan, Mendengarkan
pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak
menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap
rendah pendapatnya atau mendustakannya dan Menghindari perkataan kasar, keras
dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan
pembicaraan orang lain
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku,
tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup
hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang
dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi
dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.
Ayat-ayat yang Menjelaskan Tentang Akhlak
1. Surat Al-Qasas Ayat 77
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ
اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
2. Surat Al-Ahzab Ayat 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
3. Surat Al-A’raf Ayat 157
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ
فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي
أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Implementasi
Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1)
Akhlak Ketika
Berbeda Pendapat
§
Ikhlas dan
mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
§
Mengembalikan
perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah
Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab)
dan Rasul". (An-Nisa: 59).
§
Berbaik sangka
kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya,
mencela dan menganggapnya cacat.
2)
Akhlak Ketika
Bertamu
§
Untuk yang mengundang:
Hendaknya
mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq, Jangan hanya
mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir
dan Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu
berarti menghormatinya.
§
Untuk yang di undang
Hendaknya
memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, Bertamu tidak
boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal
lebih dari itu dan Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan
apa saja yang terjadi pada tuan rumah. Serta mendoakan untuk orang yang telah
mengundangnya seusai menyantap hidangannya
3)
Akhlak ketika makan dan minum
Hendaknya memulai
makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah,
disunnatkan minum sambil duduk.dan
Hendaklah kamu puas serta rela dengan makanan dan minuman yang ada, jangan
sekali-kali mencelanya.
Meskipun kami menginginkan
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, tetapi kenyataannnya masih banyak
kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati, 2002
Naim Ngainun, Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras, 2009
Jalalain Imam, Tafsir Jalalain, Surabaya, Darul ilmi
[6]
Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an.
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 214
[8]
Quraish Shihab M, Tafsir Al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an.
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 215
Komentar
Posting Komentar